Rabu, 31 Desember 2008

Landasan Teori Komunikasi dan Informasi

Oleh : Zulherman


A. Pendahuluan

Teknologi komunikasi dan infomasi telah berkembang dengan sangat pesat sehingga sudah merupakan gejala dunia. Teknologi itu sudah menjadi bagian kebudayaan Indonesia sejak dikembangkannya sistem komunikasi sateit domestik. Pada bulan September 1974 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memprakarsai suatu seminar Nasional (yang dihadiri pula oleh sejumlah peserta dari luar negeri) “Sistem Komuikasi Satelit Domestik untuk Pendidikan dan Pembangunan”.
Untuk lebih memantapkan dan mengoperasionalkan berbagai pengkajian dan masukan dari hasil seminar tersebut, kemudian dibentuk suatu Tim Studi Pra-Investasi Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan. Tim itu yang berintikan 16 orang telah melibatkan secara aktif sekurangnya 70 ahli dan pejabat dari lingkungan pemerintah, swasta, dan masyarakat (termasuk BAPPENAS, Hankam, Bakin, LIPI, LAPAN, TVRI, RRI, dan lembaga/perorangan lain yang berkaitan) serta 10 orang ahli dari luar negeri (UNESCO, USAID, dan dari universitas luar negeri) diberi tugas oleh Pimpinan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk merumuskan usulan kebijakan pengembangan dan pembinaan pendidikan dan kebudayaan.
Berbagai kajian yang disajikan menunjukkan bahwa sejak PELITA I hingga IV telah banyak diberikan perhatian akan pengembangan dan pemanfaatan teknologi komunikasi untuk pengembangan pendidikan dan kebudayaan. Namun dengan kondisi sekarang ini, dimana tuntutan akan pendidikan yang lebih bermutu dan lebih tersedia (accessable) semakin meningkat, diperlukan perhatian dan penanganan yang lebih besar lagi.
Indonesia, sebagaimana halnya dengan negara sedang berkembang lainnya, menghadapi masalah dan tantangan yang berat. Pada negara-negara maju proses kemajuan itu berlangsung secara bertahap dan dalam waktu yang relatif lama serta serentak diikuti dengan tumbuhnya pranata-pranata yang diperlukan. Sedangkan pada negara-negara sedang berkembang proses itu berlangsung secara seketika sebelum tatanannya selesai dipersiapkan atau dibenahi dan sebelum sumber daya manusianya mampu menerima dan menyesuaikan diri.
Sumber daya manusia merupakan modal dasar pembangunan yang terpenting. Sumber daya alam dan sumber daya buatan (seperti uang, organisasi dan sarana) memang memberikan kemungkinan untuk pembangunan itu, tetapi sumber daya manusialah yang mampu mewujudkan terjadinya kemungkinan itu.
Selain sebagai faktor pembangunan yang terpenting, sumber daya manusia juga merupakan salah satu sasaran pembangunan, yaitu agar kualitasnya berkembang atau meningkat. Pengembangan kualitas ini mengandung dua sisi pengertian: pertama, kualitas hidupnya sebagai manusia yang tercukupi; kedua, kualitasnya sebagai modal untuk melaksanakan pembangunan yang memenuhi persyaratan kebutuhan.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur, serta memungkinkan mereka untuk mengembangkan diri. Ketentuan ini merupakan landasan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Pendidikan untuk pengembangan kualitas manusia itu meliputi segala aspek perkembangan manusia dalam harkatnya sebagai mahluk yang berakal budi, sebagai pribadi, sebagai warga masyarakat, dan sebagai warga negara. Sehingga pendidikan yang paripurna akan meliputi usaha pengembangan jasmani dan rohani, kepribadian, kemasyarakatan, kebangsaan dan kekaryaan, atau sebagai peningkatan kualitas fisik dan nirfisik, yang meliputi kualitas pribadi, kualitas hubungan dengan pihak lain (Tuhan, alam , lingkungan, masyarakat, dan sesama manusia), dan kualitas kekaryaan. UUSPN selanjutnya juga mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik bagi peranannya di masa yang akan datang, dengan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan. Sedangkan peserta didik adalah anggota masyarakat yan berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Dengan adanya suatu sistem pendidikan nasional, maka semua kegiatan orientasi, latihan, pengembangan, penataran, penyegaran, kursus, bimbingan, penyuluhan, les, dan magang atau apapun namanya, termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah. Pendidikan ini, sifat dan penyelenggaraannya disesuaikan dengan kondisi dan tujuan khusus.
Sistem pendidikan nasional ini dapat dibentuk dari konsep-konsep umum di bidang pendidikan. Salah satu konsep di bidang pendidikan yang dikaji adalah bidang teknologi pendiidikan. Fase Permulaan disusunnya konsep teknologi pendidikan secara sistematis, berlangsung pada tahun 1963 dengan bercirikan pergeseran audiovisual ke arah teknologi pendidikan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kandungan definisi teknologi pendidikan memuat tiga ide utama yaitu:
  1. menggunakan konsep proses dibanding konsep produk
  2. menggunakan istilah massage dan media instrumentation dibanding istilah materials dan machine
  3. memperkenalkan bagian penting dari belajar dan teori komunikasi.

Dari kandungan definisi tersebut maka sejak tahun 1963 terdapat pemahaman bahwa teknologi pendidikan memperoleh kontribusi konsep dari konsep komunikasi, teori belajar, dan teaching machine and programmed instruction.


B. Pembahasan

1. Perkembangan Teori Komunikasi dan Informasi
Teori komunikasi yang dikembangan Harold Lasswell merupakan awal pijakan dalam mempelajari konsep komunikasi dalam pendidikan. Hal ini diperkuat Dale yang menekankan perlunya komunikasi dalam memulai mengajar dan menulis. Konsep komunikasi yang terpilih pada masa itu bergeser dari komunikasi satu arah ke komunikasi dua arah atau interaktif. Konsep komunikasi yang diungkapkan Shannon dan Weaver’s sebagai hasil kajiannya terhadap komunikasi telpon dan teknologi radio menjadi model yang khas yang disebut Mathematical Theory of Communication, dengan komponen-komponennya yang terdiri dari: Information Source, Massage, Transmitter, Signal, Noise Source, Signal Receiver, Reciever, Massage, dan Destination, konsep teori komunikasinya tergolong pada komunikasi linier. Kemudian David Berlo (1960) yang banyak diilhami model Shannon dan Weaver menghasilkan temuannya Model Komunikasi Sender, Massage, Channel, Receiver (SMCR). Konsepnya banyak memberikan perhatian terhadap adanya Massage (pesan) dan Channel (saluran). Model ini menjadi dasar pengembangan dalam komunikasi audiovisual pada pendidikan. Perkembangan ke arah komunikasi interaktif memiliki dampak terhadap perkembangan konsep teknologi pendidikan yang banyak memperhatikan perubahan posisi ahli sandi dalam menerima, mengolah, dan menyampaikan feed back pesan sehingga terjadinya saling memberi informasi.
Hoban yang menyelesaikan doktor di OHIO State University telah menulis buku tentang Visualizing the Curriculum tahun 1937 bersama ayahnya dan Samual Zisman, secara sistematis mereka mengungkapkan hubungan antara bahan ajar secara kongkrit dengan proses belajar. Mereka mulai menggambarkan tentang visual aid atau alat bantu mengajar yang berupa gambar, model, objek yang berupa pengalaman belajar kongkrit kepada peserta didik dengan tujuan untuk memperkenalkan, membangun, memperkaya, atau mengklarifikasi konsep abstrak.
Hoban menggunakan istilah ”management of learning”. Menurutnya bahwa management of learning tidak hanya mengembangkan dan menggunakan bahan belajar dan teknik pembelajaran saja akan tetapi termasuk juga keperluan-keperluan logistik, pendekatan sosiologis, dan faktor ekonomi. Bahkan adanya perubahan paradigma pemanfaatan teknologi pendidikan dalam sistem pendidikan yang pada awalnya kedudukan Audiovisual dimanfaatkan untuk kepentingan pengajaran di kelas pada saat guru mengajar, berubah dengan menempatkan teknologi pendidikan berada dan memberi kontribusi di dalam proses pengembangan kurikulum. Dasar asumsinya bahwa perancangan kurikulum dan tahap pengembangannya menjadi sumber penetapan strategi pembelajaran yang mencakup taktik dalam penyelenggaraan pembelajaran. Di samping itu kedudukan guru tidak hanya penentu model pengajaran yang akan digunakannya, akan tetapi ia pun sebagai bagian dari perekayasa dalam penyelenggaraan pembelajaran.
The International Commission for the Study of Communication Problems (1980) lebih menekankan pengertian komunikasi sebagai proses dalam mempertukarkan berita, data, pendapat, dan pesan antara perorangan dan masyarakat. Komunikasi mempunyai peranan sentral dalam segala kegiatan social, ekonomi, dan politik dalam masyarakat, nasional, maupun internasional.
Rujukan yang terkandung dalam pengertian teknologi komunikasi sebagai suatu proses, tentu lebih sulit lagi karena harus menggabungkan dua konsep yang kompleks. Namun dapat diambil rujukan-rujukan penting sebagai berikut :
  1. proses itu harus rasional dan efisien
  2. harus menyistem, karena dalam pengertian system segala sesuatu akan mempunyai dampak dan dipengaruhi oleh hal lain dalam lingkungannya;
  3. harus bersistem, yaitu mempertimbangkan segala variable yang mungkin berpengaruh dalam menentukan prosedur tindakan agar proses itu efektif, efisien dan serasi
  4. melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan
  5. mengarah pada pemecahan masalah bersama
  6. memadukan berbagai prinsip, konsep, dan gagasan
  7. mempertimbangkan kondisi lingkungan (local, nasional, maupun internasional) untuk mencapai tujuan. Apabila teknologi komunikasi itu diterapkan dalam bidang pendidikan, maka rujukannya sebagai proses harus pula dapat diikuti.

Sedangkan di era informasi, perkembangannya menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :

  1. meningkatnya daya muat untuk mengumpulkan, menyimpan, memanipulasikan, dan meyajikan informasi
  2. kecepatan penyajian informasi yang meningkat
  3. miniaturisasi perangkat keras yang disertai dengan ketersediaannya yang melimpah
  4. keragaman pilihan informasi untuk melayani berbagai macam kebutuhan;
  5. biaya perolehan informasi, terutama biaya untuk transmisi data yang cepat dalam jarak jauh, yang secara relative semakin turun
  6. kemudahan penggunaan produk teknologi komunikasi dan informasi, baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunaknya
  7. kemampuan distribusi informasi yang semakin cepat dan luas, dank arena itu informasi lebih mudah diperoleh, dengan menembus batas-batas georafis, politis, maupun kedaulatan
  8. meningkatnya kegunaan informasi dengan keanekaragaman pelayanan yang dapat diberikan, hingga memungkinkan pemecahan masalah yang ada secara lebih baik serta dibuatnya prediksi masa depan yang lebih tepat.

Berbagai kecendrungan khusus dalam teknologi informasi yang erat kaitannya dengan penyelesaian masalah pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut:
Teknologi siaran. Sejak PELITA I teknologi ini, berupa siaran radio dan televisi, telah diprogramkan untuk mengatasi masalah penyebaran mutu pendidikan. Memang prasarana dan sarana pada waktu itu belum ada atau belum memadai, namun dengan perkembangan teknologi siaran, seperti siaran langsung dari satelit dan pemancar ulang berdaya rendah, telah memungkinkan dicapainya seluruh pelosok tanah air. Jaringan pemancar ulang berdaya rendah ini pada akhir PELITA V direncanakan akan sudah dibangun untuk menjangkau seluruh daerah terpencil/terisolasi, sehingga siaran radio dan televisi dapat meliput 100 % wilayah Indonesia. Kemungkinan peliputan ini juga didukung oleh perkembangan dalam bidang sumber daya bertenaga surya. Televisi swasta telah pula berkembang dengan pesat. Sekarang ini telah beroperasi empat jaringan televisi siaran local, dan dalam waktu dekat akan bertambah enam jaringan baru. Bahkan ada jaringan televisi nasional khusus untuk pendidikan. Jaringan televisi yang bersifat local pun telah mulai memakai jasa SKSD Palapa untuk menyalurkan program-programnya yang dapat ditangkap di seluruh pelosok nusantara. Apa yang tidak mampu diwujudkan sendiri oleh pemerintah selama 22 tahun, ternyata mampu diwujudkan oleh pihak swasta dengan persiapan hanya setahun.
Satelit komunikasi. Sejak tahun 1976 Indonesia telah memasuki era informasi modern dengan beroperasinya SKSD PALAPA I. Sistem satelit komunikasi ini merupakan kebutuhan yang unik bagi Indonesia karena keadaan dan letak geografisnya. Dasar pertimbangan pegembangan system ini adalah untuk keperluan pendidikan, penerangan, dan hiburan, pemerntahan, bisnis dan perindustrian dan pertahanan keamanan. SKSD PALAPA generasi III ang sekarang beroperasi, memiliki kapasitas 48 transponder, yang belum semuanya dapat dimanfaatkan apalagi untuk keperluan khusus pendidikan. Pemanaatan sistem ini masih lebih banyak pada pengiriman dan penerimaan pesan melalui telepon atau untuk konferensi jarak jauh (teleconference) serta untuk pesan tertulis. Perkembangan teknologi yang akan dipakai dalam generasi satelit berikutnya, telah memungkinkan digunakannya satelit komunikasi untuk siaran langsung. Percobaan siaran langsung melalui satelit dengan ATS 6 (Application Technology Sattelite # 6) di India pada tahun 1974-1975 telah menunjukkan hasil-hasil yng positif, meskipun dikehendaki adanya sejumlah perubahan struktural dalam penyelenggaraan pendidikan. Indonesia yang menganut “open sky policy”, jelas menerima luberan transmisi dari ASIASATI I yang meyiarkan ima macam program masing-masing24 jam sehari dari Hong Kong. Dalam waktu dekat diharapkan dapat beroperasi INDOSIAR, satelit siaran langsung yang dioperasikan swasta Indonesia.
Komputer. Perkembangan perangakat keras komputer berlangsung sangat pesat. Kecuali daya muatnya yang semakin besar juga kecepatan operasinya yang semakin tinggi. Komputer mikro NEXT yang ditemukan dan ditemukan oleh Steven Jobs pada bulan Oktober tahun 1988 yang lal, mempunyai kapasitas 256 MB pada disk ukuran 51/4 inci, atau sekitar 300 kali kapasitas komputer meja/personal yang lazim kita kenal atau pakai sekarang ini.
Teknologi video. Perkembangan dalam bidang ini sejalan dengan perkembangan komunikasi dan komputer, meskipun orientasi utamanya adalah untuk keperluan hiburan. Pesawat perekan video yang pertama kali dipakai untuk merekam acara di luar studio merupakan pesawat sebesar satu truk dan dengan pita perekan selebar 2 inci.
Penertian teknologi komunikasi dan informasi sebagai proses tidak terlepas dari pengertian umum teknologi dan komunikasi sendiri. Jacques Ellul (1967, h. xxv), seorang ahli sosiologi Perancis, mengartikan teknologi sebagai keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap kegiatan manusia. Gary J. Anglin (1991, h. 7) mendefinisikan teknologi sebagai penerapan ilmu-ilmu perilaku dan alam serta pengetahuan lainnya secara bersistem dan menyistem, untuk memecahkan masalah.

2. Potensi Teknologi Komunikasi dan Informasi
Marshall McLuhan (1967) seorang pakar dalam bidang sosio-kultural, mengungkapkan bagaimana medium, atau proses teknologi elektrik dalam masa kita, membentuk dan mengatur kembali pola interdependensi social dan segala aspek kehidupan pribadi kita. Ia telah memaksa kita untuk mempertimbangkan dan menilai kembali hampir semua pikiran, tindakan, dan segenap kelembagaan yang sebelumnya telah kita anggap telah mapan.
Harry Oshima (1976), seoran pakar ekonomi, berpendapat bahwa teknologi komunikasi, dalam masyarakat yang menganut strategi pembangunan “labor-intensive”, akan mempunyai peranan :

  1. Menimbulkan revolusi pertanian. Hal ini merupakan kebijakan pokok dalam strategi labor-intensive yang berakar pada daerah pedesaan. Tujuan strategi ini adalah untuk meningkatkan produktivitas pertanian, pekerjaan, pendapatan, produksi bahan makanan; memperluas partisipasi dalam pengambilan keputusan; serta distribusi pendapatan dan kesempatan yang lebih merata.
  2. Mempromosikan industry kecil.Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi, memperbaiki kualitas hasil produksi dan mengekspornya, atau secara singkat meningkatkan keterampilan dan kewiraswastaan.
  3. Pengembangan social-politik. Dalam strategi yang berakar pada pedesaan, keputusan dan pelaksanaannya tidak dapat dilakukan di pusat.
  4. Mengatasi oposisi. Biasanya ada sekelompok anggota masyarakat yang kurang setuju dengan strategi pembangunan yang ditempuh. Mereka ini, bila menempati posisi penting, akan dapat menyebabkan kebingungan dan akhirnya membangkitkan tentangan.

Alvin Toffler (1980), seorang futuris ternama, berpendapat bahwa industry elektronik dan komputer sebagai tools of tomorrow merupakan tulang punggung industry dalam era Gelombang Ketiga, dan yang akan membawa perubahan besar dalam perekonomian dan social politik.
Daniel Lerner (1976), seorang ahli komunikasi ternama, berpendapat bahwa teknologi komunikasi telah memberikan dua dampak yang sangat besar artinya dalam pola pembangunan. Dampak pertama adalah percepatan sejarah. Percepatan sejarah ini telah merangsang terjadinya mobilisasi lingkungan, yang merupakan dampak kedua. Pola perkembangan ini menurut Lerner termanifestasikan dalam bentuk peristiwa tiga tahap, yaitu :

  1. meningkatnya harapan
  2. menigkatnya kekecewaan
  3. pengambilalihan kekuasaan.

Dalam bidang pendidikan, Eric Ashby (1972) berpendapat bahwa teknologi komunikasi telah menimbulkan revolusi yang keempat. Revolusi pertama terjadi ribuan tahun lalu sejak saat masyarakat membedakan tanggung jawab orang dewasa, dan tugas mendidik apara muda beralih dari orang tua kepada guru dan dari rumah ke sekolah.
Revolusi kedua terjadi dengan dipergunakannya bahasa tulisan sebagai sarana untuk pendidikan. Sebelum itu pendidikan berlangsung secara lisan. Revolusi ketiga berlangsung dengan ditemukannya teknik percetakan yang kemudian memungkinkan tersedianya buku secara meluas. Revolusi keempat ditandai dengan perkembangan elektronik terutama dalam bentuk radio, televisi, pita rekaman, dan komputer.

Berdasarkan laporan the Carnegie Commission on Higher Education (1972), revolusi keempat ini telah berkembang selama lebih kurang tiga decade, dan selama itu pula telah mampu menunjukkan karakteristik futuristiknya. Berbagai implikasi perkembangan teknologi itu, khususnya pada jenjang pendidikan tinggi, dilaporkan sebagai berikut :

  • pembelajaran di luar kampus untuk orang dewasa akan semakin berkembang, dan merupakan segmen yang tumbuh pesat dalam pendidikan lanjutan.
  • mahasiswa dalam perguruan tinggi kecil akan mempunyai akses lebih besar dari berbagai sumber.
  • perpustakaan, bilamana berkembang menjadi pusat sumber belajar dalam berbagai bentuk, akan merupaka ciri dominan dalam kampus.
  • bangunan kampus akan berserak, dengan adanya kampus inti di pusat, dan sejumlah kampus satelit yang menimbulkan keakraban pada masyarakat dengan ukurannya yang kecil.
  • tumbuhnya profesi baru dalam bidang media dan teknologi;
  • tuntutan bagi semua mahasiswa (dan tentunya semua warga civitas) untuk menguasai teknologi tertentu, sekurangnya komputer.
  • calon guru sekolah lanjutan dan calon dosen harus dilatih dalam penggunaan teknologi instruksional
  • pengalihan dana yang semula untuk membangun gedung di kampus, untuk biaya operasi pengajaran di luar kampus
  • mahasiswa dituntut untuk belajar lebih mandiri
  • diperlukan tes yang lebih banyak dan lebih baik, untuk menilai kemajuan belajar mahasiswa yang belajar dengan menggunakan teknologi baru.


C. Kesimpulan dan Saran Kebijakan

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tidak mungkin dibendung dengan regulasi. Teknologi itu juga bukan obat mujarab untuk memecahkan masalah pendidikan. Teknologi itu bahkan akan menimbulkan masalah bila tidak mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dan penanganan yang professional. Untuk itu perlu ditingkatkan peran dan fungsi lembaga yang melaksanakan, mengoordinasikan, dan membina kegiatan-kegiatan di bidang teknologi komunikasi pendidikan dan kebudayaan ini.
Penanganan secara professional sekurang-kurangnya memerlukan tenaga yang terdidik dan terlatih, standar kinerja dengan kode etik tertentu, lembaga Pembina, dan organisasi profesi. Dalam lingkup pendidikan, tenaga ini merupakan tenaga ahli dalam Teknologi Pendidikan. Pendidikan tenaga ahli ini yang sekarang telah dilakukan di IKIP/FKIP perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan. Mereka itu setelah menyelesaikan pendidikan akademiknya tidak seharusnya dituntut untuk menjadi guru, melainkan tenaga kependidikan dengan tanggung jawab khusus merancang, mengembangkan, memanfaatkan, menyebarluaskan, meneliti, dan mengelola kegiatan pendidikan dengan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi.
Teknologi komunikasi dan informasi hendaknya tidak dipandang sebagai artefak saja, melainkan juga dipandang sebagai proses dengan struktur tertentu. Teknologi ini seharusnya dapat dijadikan bagian integral system pendidikan. Sebagai bagian integral masuknya komponen teknologi ini akan mempengaruhi komponen lain, diantaranya perubahan peranan guru dalam satuan pendidikan sekolah.
Dalam satuan pendidikan sekolah hendaknya penggunaan teknologi ini dimulai dengan titik pangkal srategis, yaitu guru. Para guru harus diyakinkan terlebih dahulu akan kegunaan teknologi itu dan bahwa teknologi tidak akan menggantikan kedudukannya sebagai guru, melainkan membantu untuk paling tidak menyimpan dan menyajikan konsep, prinsip dan prosedur yang ingin diajarkannya. Untuk itu para guru harus ditingkatkan rasa percaya dirinya, serta dilibatkan dan ikut partisipasi dalam pengembangannya.
Perancangan dan pengembangan teknologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan perlu dilaksanakan secara terpadu dan terbuka. Terpadu dengan partisipasi semua pihak yang berkepentingan, dan terbuka dengan jelasnya pembagian kerja dan tanggung jawab masing-masing partisipan. Dengan demikian perancangan dan pengembangan itu tidak dapat dilakukan dibelakang meja sebagai suatu academic exercise.
Perancangan dan pengembangan dalam jangka panjang hendaknya dituangkan dalam satu rumusan kebijakan, sehingga tidak dapat berganti dengan tidak adanya penggantian pejabat. Perancangan dan pengembangan ini harus bertolak dari kebutuhan yang ada, tujuan yang ingin dicapai, dan dengan memperhitungkan kondisi dan kemampuan untuk melaksanakannya. Perlu dikaji kemungkinan re-alokasi anggaran, dengan mengalihkan pendanaan atas hal-hal yang kurang sinkron dengan perkembangan teknologi, seperti penataran guru dengan cara konvensional.
Kecuali itu perlu dipertimbangkan bahwa pengintegrasian teknologi tersebut memerlukan waktu untuk persiapan maupun untuk pelaksanaan. Sehingga kalau dikehendaki agar televisi pendidikan digunakan sebagai bagian integral (bukan hanya sebagai tambahan) di sekolah tradisional, maka harus diperhitungkan infrastrukturnya : kesiapan guru, ketersediaan fasilitas, kemampuan pengelolaan, dan kesesuaian dengan kebutuhan perkembangan.
Untuk mengurangi gejolak dalam system pendidikan tradisional bila teknologi dijadikan bagian integral dan dilaksanakan secara serentak, perlu dikembangkan dan dibina terus program pendidikan kompensatoris sebagai subsistem pendidikan yang parallel dengan subsistem yang tradisional. Hail dan pelajaran yang diperoleh dalam program kompensatoris ini kemudian dicangkokkan pada program yang tradsional sehingga pada akhirnya akan tercapai usaha transformasi pendidikan kea rah terciptanya masyarakat belajar dan informasi.
Oleh karena itu informasi dari luar semakin besar tersebut tidak mungkin dibendung maka perlu adanya usaha yang sengaja mendidik masyarakat (termasuk murid dan guru) agar dapat secara selektif menerima pesan-pesan media masa yang mereka terima. Pendidikan media ini hendaknya secara integrative diberikan sejak kanak-kanak. Sementara itu peran dan fungsi lembaga sensor perlu terus ditingkatkan sehingga mampu menyaring dampak-dampak negatif yang mungkin timbul.
Mengingat kecendrungan perkembangan pertelevisian (swasta) di Indonesia, serta penggunaan satelit siaran langsung, perlu segera diwujudkan adanya satu saluran khusus siaran Radio dan Televisi Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia. Dalam kaitan ini perlu diadakan regionalisasi siaran, sejalan dengan kebijaksanaan kurikulum muatan lokal, untuk lebih mendekatkan program dengan kebutuhan dan karakteristik sasaran.

Tidak ada komentar: