Rabu, 31 Desember 2008

Ilmu Perilaku

A. Pendahuluan

Teori belajar, sebagai cabang dari sektor ilmu pendidikan, dapat mendorong pengembangan pendidikan dan nilai tambah yang relatif besar dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kegiatan teori belajar dan instruksional merupakan salah satu usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan kebutuhan yang essensial untuk makhluk hidup khususnya manusia disepanjang hidupnya, baik sebagai bahan utama secara langsung maupun kebutuhan secara tidak langsung, karena lebih dahulu harus mengalami proses kegiatan pengolahan dengan perlakuan teknologi.
Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional merupakan suatu bagian terpenting dari teknologi pendidikan yang memiliki potensi cukup besar dalam mengoptimalisasikan peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor yang tersedia yaitu sarana dan prasarana. Dengan memfungsikan hubungan keterkaitan antar sistem berbagai sarana maupun prasarana yang tersedia menjadi suatu kesatuan dalam sistem pendidikan, akan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang dapat mengefisiensikan pengembangan pendidikan.
Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bisa melaksanakaannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Ada sejumlah prinsip belajar menurut Dagne (1979), yaitu sebagai berikut :
  1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon yang akan diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.
  2. Pengulangan, situasi dan repon anak diulang-ulang atau dipraktekan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat.
  3. Penguatan, respon yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu.
  4. Motivasi Positif dan Percaya Diri dalam belajar.
  5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak.
  6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar.
  7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar.
  8. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam pengajaran.


Tiga butir pertama disebut sebagai faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar, sedangkan sisanya sebagai faktor-faktor intern. Faktor-faktor ekstern lebih banyak dapat ditangani oleh pendidik, sementara itu faktor-faktor intern dikembangkan sendiri oleh anak-anak dibawah arahan dan strategi mengajat pendidik.
Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, si belajar yang lebih penting sebab tanpa si belajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, alasannya:

  1. Membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi di dalam diri si belajar
  2. Dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar
  3. Mungkin pengajar melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang dapat diharapkan pada suatu aktivitas belajar
  4. Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar
    Hipotesis, konsep-konsep dan prinsip-prinsip ini dapat membantu si pengajar meningkatkan penampilannya sebagai seorang pengajar yang efektif


B. Pembahasan


Teknologi Pembelajaran
Lumsdaine berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline berpendapat bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku, yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan landasan pertama kearah teknologi pembelajaran. Tiga dalil utama yang diajukan oleh Thorndike pada waktu itu adalah :

  1. Dalil latihan dan ulangan : makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan.
  2. Dalil akibat : menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respon akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.
  3. Dalil kesiapan : karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku yang lain.


Hukum akibat menyatakan bahwa setiap perbuatan yang menghasilkan suatu keadaan yang menyenangkan cenderung akan diulang, dan sebaliknya apabila sesuatu perbuatan mengakibatkan ketidakpuasan akan cenderung dihentikan. Hukum latihan atau keseringan menyatakan bahwa, makin sering diulang atau dilatih, sesuatu tindakan cenderung makin kuat tertanam, dan sebaliknya, semakin kurang dilatih, cenderung makin menghilang. Hukum kesiapan menyatakan bahwa kegiatan yang disertai kesiapan cenderung memberikan rasa puas, dan sebaliknya kegiatan tanpa persiapan cenderung tidak menghasilkan kepuasan.
Menurut Saettler selanjutnya kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang prinsip-prinsip :

  1. aktivitas diri
  2. minat/motivasi
  3. kesiapan mental
  4. individualisasi
  5. sosialisasi.
    Untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut seorang guru harus mengendalikan kegiatan belajar anak di dalam kelas kearah yang dikehendaki, namun dengan tetap memperhatikan minat dan respons anak terhadap stimulasi yang diberikan. Stimulasi itu perlu disesuaikan dengan kesiapan mental anak, dan kecuali itu perbedaan individual perlu diperhatikan dengan jalan merancang dan mengatur situasi sedemikian rupa serta dengan menggunakan media, agar terjadi hubungan antara apa yang sudah diketahui anak dengan hal yang baru. Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih banyak dianut hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk pembelajaran.


Teori Pembelajaran
Menurut Snelbecker perkembangan beberapa posisi psikolog terhadap pendidikan yang lebih sistematis dan ilmiah, berlangsung pada sekitar tahun 1950-an. Perkembangan ini diberi nama “teori pembelajaran” oleh mereka yang memilih pendekatan deduktif dalam menyusun teori, dan disebut “teori pembelajaran” oleh mereka yang lebih memilih pendekatan yang pragmatis dengan terlebih dahulu mengumpulkan sejumlah besar fakta.
Dari pendapat Snelbecker ini dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi pembelajaran merupakan pendekatan sistematis dan ilmiah dari psikologi terhadap masalah pendidikan. Dengan mengutip pendapat Siegel, Snelbecker selanjutnya mengemukakan kegunaan teori atau teknologi :

  1. dapat mengusahakan perbaikan praktik pendidikan seperti yang berlangsung sekarang ini
  2. mampu memprediksi efektif tidaknya suatu inovasi, dan karena itu memberikan bahan pertimbangan kepada para pengelola pendidikan untuk menentukan kebijakan
  3. mengarahkan penelitian untuk masa-masa mendatang secara lebih sistematis.


Tokoh-tokoh utama dalam awal penyusunan teori pembelajaran ini menurut Snelbecker adalah Brunner, Skinner, Glaser, dan Ausubel. Brunner mengemukakan pentingnya teori preskriptif yang melandasi praktik pendidikan, karena yang ada sebelumnya adalah teori yang bersifat deskriptif, yaitu teori perkembangan dan teori belajar. Skinner, sejalan dengan Brunner tentang perlunya teori pembelajaran khusus, menghendaki penelitian langsung atas proses mengajar. Dengan memakai pendekatan induktif berupa analisis langsung atas metode mengajar, akan dapat disusun teori pembelajaran.
Glasser memakai pendekatan induktif yang sama dengan Skinner. Penelitian psikologi dapat dipakai sebagai dasar untuk mengembangkan prinsip-prinsip pembelajaran, tetapi modifikasi dan penjabaran lebih lanjut prinsip-prinsip itu harus didasarkan pada data empiris. Glasser, seperti dikutip Snelbecker, juga mengemukakan bahwa penerjemahan pengetahuan ilmiah ke dalam praktik pembelajaran memerlukan perkembangan teknologikal.
Teori Behaviorisme
Salah satu contoh teori belajar adalah teori Teori Belajar Behaviorisme (tingkah laku). Menurut teori belajar ini adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku (dari tidak bisa menjadi bisa membaca).
Yang terpenting dari teori ini adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan output yang berupa respons. Sedang apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons adalah rekasi terhadap stimulus yang diberikan gurunya. Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat).
Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):

  • Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi secara aktif didalamnya
  • Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya
  • Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum
  • Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif
    Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:
  • Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.
  • Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks
    Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Thorndike, Pavlov dan Watson, Hull, Skinner, Gegne, dan Bandura.


Tokoh-tokoh :
1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut teori “connectionism”. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Thorndike menemukan hukum-hukum :

  1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
    Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat.
  2. Hukum latihan
    Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat.
  3. Hukum akibat
    Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibanya tidak memuaskan.


2. Ivan Petrovich Pavlo (1849-1936) dan Watson
Pavlo mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.


3. Carlk L. Hull
Reinforcement atau penguatan adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction (pengendali pengurangan) daripada faktor kepuasan. Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O (organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output.


4. Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap reward dan rierforcement merupakan faktor penting dalan belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin.
Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operant conditing menjamin respon terhadap stimuli.Bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan Skinner membagi menjadi 2 jenis respon.

  1. Responden
    Respon yang terjadi karena stimulus khusus misalnya Pavlo.
  2. Operans
    Respon yang terjadi karena situasi random. Operans conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.

Prinsip belajar Skinners adalah :

  • Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika benar diberi penguat.
  • Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
  • Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
  • Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal.


5. Robert Gagne (1916-2002)
Teori gagne banyak dipakai untuk mendisain Software instructional (Program berupa Drill Tutorial). Kontribusi terbesar dari teori instructional Gagne adalah 9 kondisi instructional :

  • Gaining attention = mendapatkan perhatian
  • Intorm learner of objectives = menginformasikan siswa mengenai tujuan yang akan dicapai
  • Stimulate recall of prerequisite learning = stimulasi kemampuan dasar siswa untuk persiapan belajar.
  • Present new material = penyajian materi baru
  • Provide guidance = menyediakan pembimbingan
  • Elicit performance = memunculkan tindakan
  • Provide feedback about correctness = siap memberi umpan balik langsung terhadap hasil yang baik
  • Assess performance = Menilai hasil belajar yang ditunjukkan
  • Enhance retention and recall = meningkatkan proses penyimpanan memori dan mengingat.


Gagne disebut sebagai modern noebehaviouristik mendorong guru untuk merencanakan pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi.


6. Albert Bandura (1925-sekarang)
Teori belajar Bandura adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif perilaku dan pengaruh lingkungan. Factor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat, produksi motorik, motivasi.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.


C. Penutup


Guru yang menggunakan paradigma behaviourisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Metode ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure kecepatan spontanitas kelenturan daya tahan dsb. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan peran orang tua. Kekurangan metode ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistis dan hanya berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan, menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.
Landasan-landasan psikologis yang disinggung di atas hanya merupakan contoh yang sangat terbatas, dan itu pun baru meliputi aspek psikologi kognitif. Masih banyak lagi aspek-aspek psikologi seperti persepsi, kepribadian, dan sosial yang tidak disinggung dalam tulisan singkat ini.


DAFTAR PUSTAKA

Buchori, Mochtar. 2007. Evolusi Pendidikan di Indonesia. INSISTPress. Jogjakarta.
Ikhsan, Fuad. 2005. Dasar-dasar Kependidikan. Rieneka Cipta. Jakarta.
Isjoni. 2006. Membangun Visi Bersama : Aspek-aspek Penting dalam Reformasi Pendidikan. Buku Obor. Jakarta.
Miarso, Yusuf Hadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan Pustekkom DIKNAS. Jakarta.
Mudyahardjo, Redja. 2004. Filsafat Ilmu Pendidikan : Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakaarya. Bandung
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak di Indonesia. Rieneka Cipta. Jakarta.
Prasetya. 2002. Filsafat Pendidikan. Pustaka Setia. Bandung.
Ario, Anto. 2008. Desentralisasi Pendidikan dan Peluang Pendidikan Konservasi. (online) http://www.conservation.or.id/Publikasi/, diakses 5 September 2008.
Effendi, Abu Hadfi. 2008. Pendidikan Berbasiskan Masyarakat. (online) http://re-earchengines.com/0308abu.html, diakses 6 November 2008.
Ivan. 2008. Kontribusi dan Implikasi Teori Belajar dan Instruksional Dalam Teknologi Pendidikan. (online) http://ivan272.wordpress.com/2008/10/06/kontribusi-dan-implikasi-teori-belajar-dan-instruksional-dalam-teknologi-pendidikan/, diakses 6 November 2008.
---. 2008. Teori Behaviorism. (online) http://alifikri1.blogspot.com/2008/01/01archive.html, diakses 7 November 2008.

Tidak ada komentar: