Rabu, 31 Desember 2008

Ontologi

I. ONTOLOGI : HAKIKAT APA YANG DIKAJI

Sebelum membahas tentang ontologi terlebih dahulu kita harus membahas pengertian dari Pengetahuan, Ilmu, Filsafat dan Filsafat Ilmu. Tanpa mengetahui secara jelas pengertian keempatnya akan mengakibatkan kerancuan dalam pembahasan berikutnya karena kita tidak akan mampu membedakan Pengetahuan, Ilmu, Filsafat dan Filsafat Ilmu dan tidak akan bisa mendudukkan keempatnya pada tempatnya masing-masing dan akibatnya kita juga tidak akan tahu secara tepat dimana sebenarnya posisi ontologi yang akan dibahas.

A. Pengetahuan
Kita melihat, mendengar, merasa, meraba, mencium segala sesuatu. Pengalaman panca indera ini melalui proses langsung kemudian menjadi pengetahuan. Pengetahuan adalah gejala tahunya, secara bagian perbagian, seseorang baik bersumber dari dirinya sendiri maupun orang lain mengenai sesuatu dan dasar sesuatu itu. Jadi, pengetahuan adalah apa yang kita ketahui yang berupa kesimpulan yang merupakan hasil dari pengamatan terhadap suatu gejala yang parsial.

B. Ilmu / Science
Ilmu berasal dari bahasa arab alima sama dengan kata dalam bahasa Inggris Science yang berasal dari bahasa latin Scio atau Scire yang kemudian di Indonesiakan menjadi Sains. Jujun S. Suriasumantri menggambarkannya dengan sangat sederhana namun penuh makna, "Ilmu adalah seluruh pengetahuan yang kita miliki dari sejak bangku SD hingga Perguruan Tinggi".
Dengan demikian dapat diartikan ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara holistik yang tersusun secara sistematis yang teruji secara rasional dan terbukti secara empiris. Ukuran kebenaran ilmu adalah rasionalisme dan empirisme sehingga kebenaran ilmu bersifat Rasional dan Empiris.

C. Filsafat
Filsafat berasal dari kata Yunani Philosn dan Sophia yang secara umum berarti Cinta pada Kearifan. Filsafat adalah berfikir secara menyeluruh, mendasar namun spekulatif. Plato dalam The Liang Gie mengemukakan bahwa Filsafat adalah penyelidikan terhadap sifat-sifat dasar yang penghabiskan dari kenyataan.
J.A. Leighton dalam The Field of Philoshopy dalam The Liang Gie berpendapat bahwa Filsafat adalah pencarian suatu totalitas dan keserasian dari pengertian yang lengkap mencakup suatu pandangan dunia atau konsepsi yang beralasan mengenai seluruh kosmos dan suatu pandangan hidup atau ajaran tentang nilai-nilai, makna-makna, dan tujuan-tujuan dari hidup manusia. Dengan demikian, filsafat adalah upaya pengerahan akal budi berupa berpikir yang mendalam dan holistik namun spekulatif mengenai hakikat sesuatu yang bertujuan untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dipertanyakan. Namun, filsafat bersifat spekulatif/asumtif sehingga kebenarannya pun bersifat spekulatif/asumtif.

D. Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu adalah bentuk pemikiran yang mendalam mengenai azas-azas, latar belakang, penyelenggaraan dan keterhubungan di dalam ilmu. atau Filsafat Ilmu juga bisa diartikan sebagai sebuah studi/pembahasan mengenai dasar-dasar ilmu, terbentuknya struktur ilmu serta perkembangan ilmu.

II. ONTOLOGI

A. Ontologi dalam Definisi Aristoteles
Aristoteles berpendapat bahwa ontologi adalah pembahasan tentang hal ada sebagai hal ada (hal ada sebagai demikian) mengalami perubahan yang dalam, sehubungan dengan obyeknya.

B. Ontologi dalam Pandangan The Liang Gie
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan :
- Apakah artinya ada, hal ada?
- Apakah golongan-golongan dari hal yang ada?
- Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada?
- Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada?

III. ONTOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU

Ontologi dalam Filsafat ilmu adalah studi/pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang sifat dasar itu menentukan arti, struktur dan prinsip ilmu. Ontologi sebagai landasan terdasar dari ilmu adalah dunia yang jarang dikaji karena keberadaannya yang nyaris tak terlintas di benak sebagian besar para pengguna ilmu.
Pada lapisan ontologi ini diletakkannya "undang-undang dasar" dunia ilmu oleh para pendiri sains modern pada masa Renaisans yang merupakan penentu dari "hendak dibentuk seperti apakah ilmu yang akan dibangun ini". "ketujuan manakah ilmu ini diarahkan" dalam konteks sebagai alat untuk membangun peradaban maka "peradaban seperti apakah yang ingin diwujudkan" dan "sebenarnya sedang menuju kearah manakah kita (ummat manusia dengan menunggang sains modern saat ini?"

A. META FISIKA
Tafsiran yang paling pertama yang diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat wujud-wujud yang berupa gaib (supernatural) dan wujud-wujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Animisme merupakan merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme; dimana manusia percaya bahwa terdapat roh-roh yang bersifat gaib yang terdapat dalam benda-benda seperti batu, pohon, air terjun dan lain sebagainya. Animisme ini merupakan kepercayaan yang paling tua umurnya dalam sejarah perkembangan kebudayaan manusia dan masih dipeluk oleh beberapa masyarakat di muka bumi.
Sebagai lawan dari supernaturalisme maka terdapat paham naturalisme yang menolak pendapat bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat supernatural. Materialisme, yang merupakan paham berdasarkan naturalisme, berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat oleh alam itu sendiri yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat diketahui.
Prinsip-prinsip materialisme dikembangkan oleh Democritos (460-370 SM). Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta, yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses pergerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
Kalau dikatakan bahwa materialisme sering disebut naturalisme, sebenarnya ada sedikit perbedaan diantara dua paham itu, namun demikian materialisme dapat dianggap suatu penampakan diri dari naturalisme. Naturalisme berpendapat bahwa alam saja yang ada. yang dimaksud alam disini adalah segala-galanya, meliputi benda dan ruh. Jadi benda dan ruh sama nilainya dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya, materialisme menganggap ruh adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai benda ruh seperti dalam naturalisme.
Dari segi dimensinya, paham ini sering dikaitkan dengan teori atomisme. Menurut teori ini semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap, tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang terkecil dari unsur dinamkan atom. Atom dari unsur yang sama akan sama pula rupanya dan sebaliknya. Jika ada perbedaan hanya terjadi pada berat dan besarnya saja. Mereka bisa bersatu menjadi molekul yang terkecil dari atom-atom tersebut. Selanjutnya atom-atom dengan kesatuannya molekul-molekul itu bergerak terus mengikuti undang-undang tertentu. Jadi materialisme menganggap bahwa kenyataan ini merupakan suatu mekanis seperti suatu mesin yang sangat besar. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Democritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang sangat banyak jumlahnya, tak dapat dihitung karena kecil jumlah yang sangat banyak tsb. Atom-atom inilah yang merupakan asal kejadian alam.

B. ASUMSI
Sebelum kita membahas mengenai asumsi ini marila kita simak dahulu mengenai cerita berikut ini. Suatu hari di zaman Wild West, seorang jago tembak kenamaan ditantang oleh seorang petani yang lagi mabuk. Petani ini adalah orang biasa, jadi sama sekali bukan tipe sijago tembak, yang bisa nembak sasaran walaupun mata tertutup. Cuma karena mabuk saja dia berlagak jadi jagoan disebabkan karena otaknya yang sedang tidak beres, kalau waras, mana berani ia menantang penembak profesional yang sudah punya reputasi seantero dunia perkoboian.
Nah, apa yang akan terjadi bisik bandar taruhan. Bukankah kejadian semacam ini jarang terjadi. Berapa pasaran taruhan kita? Bila semua berjalan beres saran konsultan kepada bandar taruhan berdasarkan data tercatat 30 : 1 yang diramalkan petani malang itu sudah pasti akan menemui ajalnya.
Sekarang marilah kita melihat isi cerita diatas.
- mungkin saja pada saat menembak pistol sijago tembak macet.
Dari data yang dapat dikumpulkan ternyata dari 100 peluru yang ditembakkan sebuah pistol satu diantaranya adalah macet. Artinya secara probabilistik meskipun peluangnya 1 dalam seratus, mungkin saja pistol itu macet yang menyebabkan petani selamat (kebetulan) berupa nasib.
Apakah gejala dalam alam ini tunduk kepada determinisme, yakni hukum alam yang bersifat universal, ataukah hukum semacam itu tidak terdapat, sebab setiap gejala merupakan akibat pilihan bebas, ataukah keumuman memang ada namun berupa peluang, sekadar tangkapan probabilistik?. Ketiga masalah ini yakni determinisme, pilihan bebas probalistik merupakan permasalahan filsafati yang rumit namun menarik. Tanpa mengenal ketiga aspek ini serta bagaimana ilmu sampai pada pemecahan masalah yang merupakan kompromi, akan sukar bagi kita untuk mengenal hakikat keilmuan dengan baik. Sekiranya hukum alam itu meman benar-benar tidak ada maka tidak akan ada permasalahan dengan determinisme, probabilistik atau pilihan bebas. Dengan demikian maka tidak ada masalah tentang hubungan logam dengan panas, tekanan dengan volume, atau IQ dengan keberhasilan belajar. Alhasil lalu ilmu sendiripun tidak ada, sebab ilmu justru mempelajari alam seperti ini.
Jadi marilah kita asumsikan saja bahwa hukum yang mengatur berbagai kejadian itu memang ada, sebab tanpa asumsi ini ilmu itu tidak ada. Hukum disini diartikan sebagai suatu aturan main atau pola kejadian yang diikuti oleh sebaian besar peserta dalam cerita diatas, gejala berulan kali dapat diamati yang tiap kali memberikan hasil yang sama, yang dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum itu berlaku kapan saja dan diman saja.
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588 – 1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dahulu. Demikian juga paham determinisme ini bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya tidak terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif.
Kompromi digunakan sebagai landasan ilmu, sebab ilmu sebagai pengetahuan berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidaklah perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dari kehidupan ini. Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi, sebab pengetahuan yang bersifat personal dan individual seperti upaya seni, tidaklah bersifat praktis. Jadi diantara kutub determinisme dan pilihan bebas ilmu menjatuhkan pilihannya terhadap penafsiran probabilistik.

C. ASUMSI DALAM ILMU
Marilah kita lihat ilmu yang termasuk paling maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya yakni fisika. Fisika merupakan ilmu teoritis yang dibangun diatas sistem penalaran deduktif yang meyakinkan serta pembuktian induktif yang sangat mengesankan. Namun sering dilupakan orang bahwa fisikapun belum merupakan satu kesatuan konsef yang utuh. Artinya fisika belum merupakan pengetahuan ilmiah yang tersusun secara sistemik, sistematik, konsisten, dan analitik berdasarkan pernyataan-pernyataan ilmiah yang disepakati bersama. Dimana terdapat celah-celah perbedaan dalam fisika? Perbedaannya justeru terletak dalam fundasi dimana dibangun teori ilmiah diatasnya yakni dalam asumsi tentang dunia fisiknya.
Dalam analisis secara mekanistik maka terdapat empat komponen analisis utama yakni zat, gerak, ruang dan waktu. Newton dalam bukunya Philosophia Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat komponen ini bersifat absolut. Zat bersifat absolut dan dengan demikian berbeda secara substantif dengan energi, Einstein berlainan dengan Newton, dalam The Special Theory of Relativity (1905) berasumsi bahwa keempat komponen itu bersifat relatif. Tidak mungkin kita mengukur gerak secara absolut, kata Einstein. Bahkan zat sendiri itupun tidak mutlak, hanya bentuk lain dari energi dengan rumus E = mc2

D. PELUANG
Berdasarkan teori-teori keilmuan tidak akan pernah mendapatkan hal-hal yang pasti mengenai suatu kejadian. Jadi berdasarkan meteorologi dan geofisikapun tidak pernah merasa pasti bahwa besok hari akan hujan atau tidak akan hujan, yang ada hanyalah bahwa dengan probabilitas 0,8 esok tidak akan turun hujan. Artinya peluang 0,8 secara sederhana diartikan bahwa probabilitas untuk turun hujan besok adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Atau seandainya merasa pasti (100 persen) bahwa besok akan turun hujan maka diberikan peluang 1,0 mencirikan bahwa pada 10 kali ramalan tentang akan turun hujan, atau dengan kata lain yang lebih sederhana, peluang 0,8 mencirikan bahwa 10 kali ramalan tentang hujan turun dan dua kali ramalan itu meleset.
Jadi biarpun kita mempunyai peluang 0,8 bahwa hari akan turun hujan, namun masih terbuka kemungkinan bahwa hari tidak akan hujan. Hal ini disebabkan ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. (dalam soal pretensi maka ilmu kalah dengan pengetahuan perdukunan. Saudara akan sembuh, ujar dukun, minum saja air ini. Jelas dia tidak pernah mengatakan : minum air ini dan dengan peluang 0,7 maka saudara akan sembuh). Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana keputasan harus didasarkan penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Dengan demikian maka akhir dari keputusan terletak ditangan yang memberi keputusan tersebut bukan pada teori-teori keilmuan. (Hal ini merupakan kemungkinan seseorang lebih senang pergi kedukun dibandingkan berkonsultasi pada ahli psikologi atau psikiater yang hanya memberikan alternatif-alternatif yang dapat diambil; sedangkan dukun dengan pasti akan berkata: pilih jalan ini saya jamin pasti berhasil). Oleh sebab itu sekiranya kita mempunyai pengetahuan ilmiah yang menyatakan bahwa” sekiranya hari mendung maka terdapat peluang 0,8 akan turun hujan”, maka pengetahuan itu harus kita letakkan pada permasahan hidup kita yang mempunyai perspektif dan bobot berbeda-beda. Karena bukankah masih terdapat peluang 0,2 bahwa hari akan hujan.

IV. KESIMPULAN

Ternyata ilmu/sains tidaklah sesederhana yang sering kita bayangkan. Sebagai User,kita umumnya memandang bahwa ilmu hanya berkutat pada pembahasan berbagai teori, riset, eksperimen atau rekayasa berbagai teknologi.
Ilmu ternyata merupakan sebuah dunia yang memiliki karakter dasar, prinsip dan struktur yang kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan pemanfaatan ilmu.
Karakter dasar, prinsip dan struktur ilmu dibangun oleh para pendiri sains modern pada masa renaisans dimana saat itu para pendiri sains modern menyadari bahwa hidup manusia memiliki tujuan yaitu membangun peradapan ummat manusia dan untuk mencapai tujuannya manusia membutuhkan alat. Alat itu adalah ........ilmu.
Ontologi dalam filsafat ilmu adalah sesuatu yang maha penting karena sebagai lapis terdalam dari fondasi dunia ilmu ia adalah sebuah ruang tempat diletakkannya'' undang-undang dasar dunia ilmu''. Disanalah ditetapkannya kearah mana Sains Modern menuju dan kita sebagai user sains modern, sadar atau tidak adalah orang-orang yang sedang bersama-sama bergerak menuju arah yang sudah ditetapkan oleh para pendiri sains modern.

Tidak ada komentar: